JAKARTA (SINDO) – Sejumlah kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Air dibawa ke sidang IV Dewan HAM PBB yang berlangsung sejak 12–26 Maret 2007.
Dini hari tadi, 01.00 WIB atau 07.00 waktu Jenewa, Swiss, delegasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia yang dipimpin Rafendi Djamin dari Human Right Working Group (HRWG) menyampaikan kasus-kasus HAM nasional kita secara tertulis. Kontingen itu terdiri dari HRWG, Serikat Buruh Migran Indonesia, Migrant Care, Infid, dan Walhi.
Adapun kasus pelanggaran HAM berat yang disampaikan dalam forum itu meliputi peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti, tragedi Semanggi I dan Semanggi II atau populer disebut TSS. ”Persoalan HAM di tanah air tak akan pernah selesai karena DPR yang kita harapkan berkomitmen menyelesaikan kasus ini justru menjadi pelaku kejahatan impunitas,” kata Rafendi, saat dihubungi SINDO tadi malam.
Menurut Rafendi, adalah keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang menolak kasus TSS diagendakan dalam sidang paripurna yang menjadi latar belakang dibawanya persoalan HAM tersebut ke forum internasional. Begitu pula dengan kasus penghilangan paksa terhadap 13 aktivis pada 1997–1998. Menurut dia, bila DPR serius menyelesaikan kasus penghilangan paksa itu, mestinya tak perlu lagi membentuk panitia khusus (pansus).
”Dengan dibentuk pansus itu, sama saja mengulur-ngulur waktu,” katanya. Sebab itu,ujar dia,pihaknya sudah bertekad menjadikan masalah HAM di dalam negeri sebagai sorotan dunia.Kendati demikian, Rafendi berpendapat, tetap ada peluang bagi DPR untuk menampik tudingan sebagai pelaku kejahatan impunitas. Syaratnya, kata dia, DPR harus berani mengagendakan kembali kasus HAM itu pada sidang paripurna.
Anggota Komisi III DPR Al Muzamil Yusuf tidak mempersoalkan masalah HAM di Tanah Air dibawa ke sidang HAM PBB.Namun, dia optimistis Dewan HAM PBB akan merekomendasikan agar penyelesaian kasus HAM itu ditangani di dalam negeri. Sementara menanggapi tudingan DPR sebagai pelaku kejahatan impunitas, dia mengatakan tudingan itu tidak tepat.
”Untuk TSS, DPR tetap berkomitmen untuk menyelesaikannya. Sedangkan kasus penghilangan paksa, itu merupakan urusan para pimpinan DPR, ”tandasnya. Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amidhan mengaku setuju kasus HAM di Tanah Air dibawa ke forum internasional. Menurut dia, penyelesaian kasus HAM penting untuk diberi kepastian terkait kejelasan nasib korban dan keluarga korban.
Hanya,kata Amidhan,bila sudah di tangan PBB, tentunya kasus itu akan ditindaklanjuti dan akan diteliti. Jika sudah demikian, lanjut dia, tentunya akan menjatuhkan citra Indonesia di mata Internasional. ”Ironisnya, kita ini adalah salah satu negara anggota Dewan HAM PBB,” ujarnya.
Bahas Masalah Buruh Migran
Selain kasus penghilangan paksa dan TSS,kasus HAM lain yang dibawa dalam Dewan HAM PBB ini adalah masalah buruh migran Indonesia di Malaysia. Rencananya, pembahasan masalah buruh migran ini akan mengulas rekomendasi Pelapor Khusus Dewan HAM PBB Prof DR Jorge Bustamante atas kunjungannya ke Indonesia pada 12–21 Desember 2006.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, laporan Jorge Bustamante merekomendasikan bahwa Indonesia harus segera melakukan langkah-langkah konkret untuk perlindungan buruh migran dengan meratifikasi International Convention the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families of 1990. Langkah lain yang direkomendasikan Jorge Bustamante adalah me-review memorandum of understanding antara Indonesia dan Malaysia mengenai PRT migran yang ditandatangani Mei 2006 di Bali.
MoU ini telah menjadi instrumen legal pelanggaran HAM karena melegitimasi penyanderaan paspor buruh migran Indonesia oleh majikan. Untuk diketahui, dalam sidang IV Dewan HAM PBB itu akan dibahas berbagai macam masalah seputar tema-tema HAM, yaitu hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, serta hakhak sipil dan politik. Indonesia yang menjadi anggota Dewan HAM PBB, turut serta dalam sidang keempat ini.
Selain delegasi LSM Indonesia yang melakukan monitoring, intervensi substansi serta menyampaikan written statement mengenai situasi HAM di Indonesia dalam perspektif masyarakat sipil, sidang Dewan HAM PBB ini juga diikuti oleh Pemerintah RI yang mengirimkan delegasi resmi yang dipimpin Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin. (sm said/chamad/amril)
Dini hari tadi, 01.00 WIB atau 07.00 waktu Jenewa, Swiss, delegasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia yang dipimpin Rafendi Djamin dari Human Right Working Group (HRWG) menyampaikan kasus-kasus HAM nasional kita secara tertulis. Kontingen itu terdiri dari HRWG, Serikat Buruh Migran Indonesia, Migrant Care, Infid, dan Walhi.
Adapun kasus pelanggaran HAM berat yang disampaikan dalam forum itu meliputi peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti, tragedi Semanggi I dan Semanggi II atau populer disebut TSS. ”Persoalan HAM di tanah air tak akan pernah selesai karena DPR yang kita harapkan berkomitmen menyelesaikan kasus ini justru menjadi pelaku kejahatan impunitas,” kata Rafendi, saat dihubungi SINDO tadi malam.
Menurut Rafendi, adalah keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang menolak kasus TSS diagendakan dalam sidang paripurna yang menjadi latar belakang dibawanya persoalan HAM tersebut ke forum internasional. Begitu pula dengan kasus penghilangan paksa terhadap 13 aktivis pada 1997–1998. Menurut dia, bila DPR serius menyelesaikan kasus penghilangan paksa itu, mestinya tak perlu lagi membentuk panitia khusus (pansus).
”Dengan dibentuk pansus itu, sama saja mengulur-ngulur waktu,” katanya. Sebab itu,ujar dia,pihaknya sudah bertekad menjadikan masalah HAM di dalam negeri sebagai sorotan dunia.Kendati demikian, Rafendi berpendapat, tetap ada peluang bagi DPR untuk menampik tudingan sebagai pelaku kejahatan impunitas. Syaratnya, kata dia, DPR harus berani mengagendakan kembali kasus HAM itu pada sidang paripurna.
Anggota Komisi III DPR Al Muzamil Yusuf tidak mempersoalkan masalah HAM di Tanah Air dibawa ke sidang HAM PBB.Namun, dia optimistis Dewan HAM PBB akan merekomendasikan agar penyelesaian kasus HAM itu ditangani di dalam negeri. Sementara menanggapi tudingan DPR sebagai pelaku kejahatan impunitas, dia mengatakan tudingan itu tidak tepat.
”Untuk TSS, DPR tetap berkomitmen untuk menyelesaikannya. Sedangkan kasus penghilangan paksa, itu merupakan urusan para pimpinan DPR, ”tandasnya. Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amidhan mengaku setuju kasus HAM di Tanah Air dibawa ke forum internasional. Menurut dia, penyelesaian kasus HAM penting untuk diberi kepastian terkait kejelasan nasib korban dan keluarga korban.
Hanya,kata Amidhan,bila sudah di tangan PBB, tentunya kasus itu akan ditindaklanjuti dan akan diteliti. Jika sudah demikian, lanjut dia, tentunya akan menjatuhkan citra Indonesia di mata Internasional. ”Ironisnya, kita ini adalah salah satu negara anggota Dewan HAM PBB,” ujarnya.
Bahas Masalah Buruh Migran
Selain kasus penghilangan paksa dan TSS,kasus HAM lain yang dibawa dalam Dewan HAM PBB ini adalah masalah buruh migran Indonesia di Malaysia. Rencananya, pembahasan masalah buruh migran ini akan mengulas rekomendasi Pelapor Khusus Dewan HAM PBB Prof DR Jorge Bustamante atas kunjungannya ke Indonesia pada 12–21 Desember 2006.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, laporan Jorge Bustamante merekomendasikan bahwa Indonesia harus segera melakukan langkah-langkah konkret untuk perlindungan buruh migran dengan meratifikasi International Convention the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families of 1990. Langkah lain yang direkomendasikan Jorge Bustamante adalah me-review memorandum of understanding antara Indonesia dan Malaysia mengenai PRT migran yang ditandatangani Mei 2006 di Bali.
MoU ini telah menjadi instrumen legal pelanggaran HAM karena melegitimasi penyanderaan paspor buruh migran Indonesia oleh majikan. Untuk diketahui, dalam sidang IV Dewan HAM PBB itu akan dibahas berbagai macam masalah seputar tema-tema HAM, yaitu hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, serta hakhak sipil dan politik. Indonesia yang menjadi anggota Dewan HAM PBB, turut serta dalam sidang keempat ini.
Selain delegasi LSM Indonesia yang melakukan monitoring, intervensi substansi serta menyampaikan written statement mengenai situasi HAM di Indonesia dalam perspektif masyarakat sipil, sidang Dewan HAM PBB ini juga diikuti oleh Pemerintah RI yang mengirimkan delegasi resmi yang dipimpin Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin. (sm said/chamad/amril)
No comments:
Post a Comment