JAKARTA, (PR).-Sedikitnya 19 tenaga kerja Indonesia (TKI) terancam hukuman mati di luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah diminta lebih serius dalam menangani mereka. Selama ini, masalah ancaman hukuman mati masih menjadi masalah krusial yang tidak pernah diselesaikan secara sistematik dalam mekanisme perlindungan buruh migran Indonesia. Demikian dikemukakan Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, dalam keterangan persnya, di Jakarta Rabu (24/1).
Dalam catatan Migrant Care, sejak tahun 1999 hingga 2006, setidaknya ada 32 buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati di Singapura, Malaysia, dan Arab Saudi.
Dari jumlah 32 orang tersebut, 19 orang di antaranya sudah terbebas dari hukuman gantung, dan 15 lainnya masih ditahan di penjara untuk menunggu proses persidangan. Dengan adanya keterangan dari KJRI (Konsul Jenderal Republik Indonesia) Jeddah pada tanggal 23 Januari 2007 bahwa akan ada 4 buruh migran perempuan asal Indonesia yang terancam eksekusi mati dengan cara dipancung, semakin menambah angka ancaman hukuman mati terhadap buruh migran Indonesia.
"Jika kita me-review upaya pemerintah RI dalam menangani kasus ancaman hukuman mati terhadap buruh migran Indonesia di luar negeri, ada beberapa catatan buruk yang harus diperbaiki," kata Anis.
Pertama, ungkap Anis, pada tahun 1999, saat Gus Dur menjabat Presiden RI, ia telah melakukan upaya diplomatik untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman pancung di Arab Saudi. Namun, tampaknya jerih payah Gus Dur ini tidak dilanjutkan oleh dua presiden setelah Gus Dur, yaitu Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Akibatnya, Siti Zaenab yang nyawanya sempat terselamatkan oleh diplomasi Gus Dur, kini kembali berada di ujung tanduk.
Kedua, dari pengalaman menangani kasus ancaman hukuman mati di Malaysia, KBRI Kuala Lumpur sangat terlambat mengetahui informasi tentang ancaman hukuman mati yang menimpa Suhaidi bin Asnawi, Lili Ardi Sinaga, dan Hasanuddin Sinring.
Hal ini berakibat pada tidak adanya pendampingan sejak dini terhadap korban. Selain itu juga pihak keluarga korban tidak tahu-menahu soal kasus yang menimpa korban.
Ketiga, ungkap Anis, pemerintah RI selama ini terkesan mengabaikan keluarga korban yang menghadapi ancaman hukuman mati di luar negeri. Pemerintah telah merasa bertanggung jawab dengan menyewa pengacara untuk mendampingi korban selama proses persidangan. Seharusnya keluarga dari korban juga didampingi sekaligus diberi informasi secara rutin mengenai perkembangan kasus korban.
Keempat, tambah Anis, pemerintah RI selama ini masih sangat kurang melakukan upaya-upaya preventif untuk mencegah bertambahnya kasus ancaman hukuman mati yang menimpa buruh migran Indonesia di luar negeri.
Sehingga kasus hukuman mati terus terjadi dan meningkat. Terhadap hal ini, Migrant Care meminta Presiden SBY melakukan upaya diplomatik untuk membebaskan buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati di luar negeri.
Migrant Care juga meminta pemerintah Indonesia lebih serius menangani kasus ancaman hukuman mati yang terus mengalami peningkatan dan harus rutin memberikan informasi kepada pihak keluarga korban mengenai perkembangan kasus korban yang menghadapi ancaman hukuman mati di luar negeri.
Ke-19 TKI yang menghadapi hukuman mati itu adalah Suhaidi bin Asnawi asal Desa/Kec. Kediri Kab. Lombok Barat NTB, Lili Ardi Sinaga, asal Dusun Temurong Pematang Siantar, Sumut, Hasanuddin Sinring asal Makassar, Noni Fitria asal Binjai Sumut, Nazaruddin bin Daud, dan Tarmidzi bin Yacob. Keenam TKI itu semuanya bekerja di Malaysia.
Selain itu, enam TKI lainnya yang bekerja di Malaysia juga terancam hukuman mati. Mereka adalah Armiadi bin Ismail, Bustaman bin Buchori, Abdul Jalil bin Abdul Hamid, Ruslan Dedeh, Nuraini binti Sadi, dan Izudan Kazuadi yang terancam hukuman gantung dan masih dalam proses persidangan.
Sementara lima TKI terancam hukuman mati di Arab Saudi. Mereka adalah Suwarni, Siti Zaenab asal Jawa Timur, Hafidh bin Kholil Sulam asal Jawa Timur, Eti Thoyib Anwar asal Jawa Barat, dan Nur Makin Sobri.
Sedangkan dua TKI lainnya yang juga terancam hukuman mati adalah Barokah, bekerja di Singapura dan Darman Agustiri yang bekerja di Mesir. (dtc)
Tuesday, March 27, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment